Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diam yang Berkata: Refleksi Tentang Prof. Syihabuddin

gambar : upi.edu

Dalam setiap fase kehidupan kita, selalu ada individu yang meninggalkan bekas tak terhapuskan di hati. Setelah sebelumnya saya menyampaikan kesan dan perspektif saya dengan guru saya Prof. Dr. Yayan Nurbayan dan Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah (Alm), ada nama lain lagi yang selalu bersinar dengan kilauan tersendiri: Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd. Dan inilah perspektif saya.

Saya pertama kali bertemu dengan beliau pada tahun 2002 yang menjadi tahun pertama saya memasuki dunia perkuliahan. Memasuki kampus dengan perasaan cemas dan berdebar khas seorang mahasiswa baru, saya langsung dipertemukan dengan para dosen Pendidikan Bahasa Arab yang dikomandoi oleh Prof. Syihabuddin, yang saat itu menjabat sebagai ketua jurusan. 

Dalam sesi perkenalan dengan para dosen tersebut, saya memberanikan diri untuk bertanya. Entah apa yang mendorong saya untuk itu, mungkin rasa ingin tahu, atau semangat untuk menunjukkan antusiasme saya. Respon dari beliau begitu singkat namun penuh makna: "alus euy pertanyaan teh." Bagi seorang mahasiswa baru seperti saya saat itu, komentar dari seorang ketua jurusan merupakan sebuah penghargaan, sebuah pengakuan bahwa saya ada dan saya dihargai.

Prof. Syihabuddin mungkin bukan tipe orang yang banyak bicara. Ia lebih suka berkomunikasi melalui tindakan dan diam. Namun, diamnya itu bukan berarti ketidakpedulian atau ketidakberdayaan. Saya menyaksikan sendiri betapa banyak pemikiran dan ide yang berputar di balik tatapan matanya yang tenang.

Salah satu momen yang paling saya ingat adalah saat saya dan kawan saya (Deden) malam-malam datang ke rumah beliau di Sariwangi untuk berkonsultasi mengenai isu plagiarisme dan pembajakan. Sebuah topik yang sangat penting, namun seringkali disalahpahami. Daripada memberi kami definisi panjang lebar atau memberikan ceramah, Prof. Syihabuddin memilih pendekatan yang berbeda. Ia mengambil selembar kertas dan menggambar tiga buah objek bangun datar : persegi panjang, segitiga, dan kombinasi dari keduanya. Sambil menandai gambar kombinasi, dengan tenang beliau berkata, "inilah yang namanya kreativitas."

Mungkin bagi sebagian orang, metodenya terdengar aneh. Namun, bagi saya, pendekatan beliau membuktikan bahwa terkadang, kita tidak perlu banyak kata untuk menyampaikan pesan yang mendalam. Sebuah gambar sederhana bisa memberikan pengertian yang jauh lebih dalam daripada ribuan kata.

Pada kisaran tahun 2015, saya sempat main ke UPI setelah sekian lama tidak berkunjung. Di parkiran University Center UPI, sebuah pertemuan tak terduga kembali terjadi. Dengan senyum khasnya, beliau bertanya, "Waway sekarang jadi PNS di Polban ya?" Saya terkejut, bagaimana mungkin beliau tahu? Pertanyaan sederhana, namun sekali lagi, ia membekas dalam ingatan saya. Dibalik diamnya beliau, ternyata beliau mengikuti perkembangan saya. Sebuah tanda bahwa beliau, selalu peduli pada setiap mahasiswanya.

Ketegasan, kebijaksanaan, dan kreativitas. Inilah tiga kata yang selalu saya hubungkan dengan Prof. Syihabuddin. Baginya, pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana membentuk karakter dan membangun pemahaman.

Melalui tulisan ini, saya ingin memberikan penghargaan kepada Prof. Syihabuddin, seorang guru yang telah memberikan saya pelajaran tak ternilai, tidak hanya tentang subjek yang diajarkannya, tetapi juga tentang kehidupan itu sendiri. Terima kasih, Prof. Syihabuddin, untuk setiap momen dan pelajaran yang telah diberikan. Bapak bukan hanya seorang dosen bagi saya, tetapi juga seorang mentor dan inspirasi.

Posting Komentar untuk "Diam yang Berkata: Refleksi Tentang Prof. Syihabuddin"